beranda

Rabu, 15 September 2010

drama anak remaja

Pemain
•    Yodi    : ketua kelas yang besemangat, dekat dengan teman-teman, dan kreatif dalam berkarya.
•    Ma’ruf    : anak yang paling hemat bicara, sering menggunakan jaket, dan headset. Kalau       berbicara tidak menampakkan mimik muka, wajah tidak ekspresif. Keluarganya meninggal dalam sebuah kecelakaan. Sebatang kara.
•    Kiki    : anak konglomerat yang ramah, santun, dan anggun.
•    Novia    : pembawa suasana, anak yang ceria dan suka berbagi senyum
•    Dea    : anak yang dewasa, tempat anak-anak curhat.
•    Mia    : anak guru agama yang pendiam dan suka membaca buku.
•    Nida    : anak brandal yang ditinggal orang tuanya, putus sekolah.

•    Yodi    : Jundi
•    Ma’ruf    : Kenzi
•    Kiki    : Afifah
•    Novia    : Aisyah
•    Dea    : Yumna
•    Mia    : Rahma
•    Nida    : Naya

Ketika harus berpisah
(panggung kosong)
(musik sendu)
     Buka lembaran kehidupan. Ada banyak hal yang berubah setiap detiknya. Setiap menitnya. Setiap jamnya. Setiap harinya. Bergeser ke arah yang lebih baik atau ke arah sebaliknya, lebih buruk. Semua itu bergantung pada diri itu sendiri. Saat pilihan itu menjadi sulit. Pikiran menjadi galau dan tidak ada seorangpun yang membantu. Memilih arah yang salah atau benar terlihat sama saja. Tapi apa jadinya jika ini terjadi pada anak remaja.
    Dan remaja itu bernama Naya.
(disebuah persimpangan jalan)
(musik mencekam, tempo musik semakin cepat)
Naya    : “Eh, lu! Sini bentar…”
Aisyah    : (tetap jalan dari arah yang berlawanan dengan Naya dengan air muka tegang)
Naya    : “Blagu amat, bagi duit lah….aus nih. Gue mau beli minum.”
Aisyah    : “Maaf saya tidak punya….”
Naya    : “Alah, lu pasti boong (merebut tas selempang Aisyah, merogoh saku tasnya).”
Aisyah    : “Kembalikan tas saya! Saya kan sudah bilang tidak punya uangnya..(menarik-narik tas)
(dari kejauhan muncul Jundi)
(musik berhenti mendadak)
Jundi    : “Hey! Jangan ganggu dia! (berlari ke arah Naya dan Aisyah)
Naya    : “Sial, lu bawa temen. Tapi gue dah dapet apa yang gue mau..hehe (menggenggan sebuah dompet, berlari menjauh ke luar panggung, melempar tasnya).”
Aisyah    : “Tasnya..! (menangkap tasnya)”
Jundi    : “Hhhh…..kamu gak papa?”
Aisyah    : “Iya, tenang aja…he (pura-pura tersenyum, padahal aslinya sedih karena dompetnya diambil Naya)”
Jundi    : “Orang tadi memang sudah beberapa kali meras anak sekolah kita. Tapi bener kamu gak kenapa-napa?”
Aisyah    : “Iya, bener. Suer.”
Jundi    : “Perlu aku antar? Rumahmukan masih jauh dari sini.”
Aisyah    : “Ah, ga usah. Aku bisa sendiri (langsung berlari menjauh), duluan ya!”
Jundi    : “Ya, hati-hati di jalan! (berjalan ke arah berlawanan, keluar panggung)”
(panggung dikosongkan)
(musik sendu masuk)
Kenzi    : “Aku pulang…”
Naya    : “Bawa apa lu (duduk di lantai)?”
Kenzi    : (melempar bungkusan ke Naya)
Naya    : “Eh, besok bawa yang bagusan dikit. Ini mah udah biasa.”
Kenzi    : “Segitu aja udah bagus. Bukannya terima kasih..”
(Musik tegang masuk, tempo musik semakin cepat, lalu berhenti mendadak)
Naya    : “Apa tadi lu bilang!? Udah berani lu sama gue, heh (berdiri didepan Kenzi)!”
          “Kalau bukan karena gue, lu sekarang udah jadi gelandangan tau! Mana rasa terima
          Kasih lu!”
Kenzi    : “Gue gak pernah minta ditolong, lu aja yang repot sendiri. Siapa suruh nolong gue!”
Naya    : “Lu……dasar kurang ajar, sekarang lu keluar! Keluar dari rumah gue! KELUAR!”
Kenzi    : “Oke, gue keluar sekarang..”
Naya    : “Gggggrrrrrrrr………..Ahhh, dasar sial, anak sial!”
           “Kalau bukan karena orang tua lu dulu nyelamatin gue dari jalanan. Ga sudi gue hidup bareng sama lu!”
(Panggung kosong)
(musik ceria masuk)
Aisyah    : (berjalan lesu masuk panggung)
Afifah    : “Aisyah! Kenapa wajahmu terlihat lesu? Apa kamu sakit? (mengampiri Aisyah)”
(Musik langsung berhenti)
Aisyah    : “Gak apa-apa (senyum lesu), dah ya duluan masuk kelas..(berjalan ke luar panggung)”
Yumna    : (menghampiri Afifah) “Ada apa dengan Aisyah? Tidak biasanya dia begitu.”
Afifah    : “Aku juga belum tahu, dia tidak menjawab pertanyaanku.”
Yumna    : “Sebaiknya kita cari tahu, tidak baik melihat teman kita lesu seperti itu.”
Afifah    : “Biasanya Ketua Kelas tahu masalah anak-anak kelas kita. Kita tanyakan dulu saja
           masalah ini pada Jundi.”
Yumna    : “Ide yang bagus.”
(Yumna dan Afifah keluar panggung)
(di perpustakaan, Rahma masuk sambil membawa sejumlah buku agama, langsung duduk dan mulai membaca)
(musik yang menampakkan suasana tenang)
Jundi    : “Assamlamualaikum, Rahma.”
Rahma    : “Waalaikumsallam.”
Jundi    : “Maaf sebelumnya, ada hal yang mau saya bicarakan. Apa kamu ada waktu? Ini 
    tentang teman kita, Aisyah.”
       Rahma        : “Aisyah?  Aku juga ingin membahas hal ini. Ku rasa akan berakibat buruk kalau kita
    membiarkannya terlalu lama.”
Jundi    : “Itu benar.”
(Yumna dan Afifah masuk)
Yumna    : “Jundi? Rahma? Kalian sedang apa?”
Afifah    : “Apa kalian sedang membicarakan tugas agama untuk minggu depan dari Ust.                                                                           
       Mishbah?”
Rahma    : “Tidak, kami sedang membicarakan masalah yang dialami  teman kita, Aisyah dan
       solusinya.”
     Afifah        : “Kebetulan sekali, kamipun sedang mencari solusi untuk masalah ini.”
     (Afifah dan Yumna ikut duduk)
Jundi    : “Begini, kemarin aku sempat menemukan Aisyah diganggu preman. Saat aku berlari ke arahnya, preman itu berhasil lolos. Tapi sayangnya, aku tak tahu apa yang sudah preman itu lakukan pada Aisyah. Aku berpikiran bahwa preman itu hendak mengambil sesuatu dari tasnya Aisyah karena aku melihatnya melempar tas Aisyah.”
Yumna    : “Menurutku, sebaiknya kita membagi tugas. Misal, Afifah mencari tahu dengan menanyakan kepada keluarganya Aisyah, Rahma mencari tahu dengan menanyakan ke teman main Aisyah di rumah, Kenzi mengawasi rute yang dilalui Aisyah setiap pergi ke tempat yang mau di kunjungi, dan aku menanyakan ke Aisyah langsung.
Rahma    : “Aku setuju dengan itu, bagaimana dengan kalian?”
Afifah    : “Aku juga setuju.”
Jundi    : “Ya, bolehlah. Itung-itung jalan-jalan.”
(pemain keluar panggung)
Naya    : “Alah, cuma 10 ribu. Miskin amat yang punya ni dompet. Salah ya, mestinya  gua nyincer anak yang yang keliatan lebih berkelas. Eh, ada fotonya! Cantik juga, waktu ngambil ni dompet ga sempet liat wajahnya sih. Gua taro ah, lumayan buat kenang-kenangan.”
Kenzi    : “Cape tuh nyopet, Cuma dapet 10 ribu. Mending lu nerusin sekolah kaya dulu lagi. Baru nyari kerja. Dapet duitnya kan lebih banyak, halal lagi.”
Naya    : “Anak kaya lu ngomong halal-halal? Emang lu udah bisa dapet duit sendiri? Idup aja masih numpang. Tiap hari juga lu makan dari hasil nyopet gue”
Kenzi    : “Ga ada salahnya kalau nyoba yang lebih baik.”
Naya    : “Heh anak ingusan, gue kasih tau. Jaman sekarang susah nyari kerjaan. Mau pake gelas S-an juga ga ngejamin lu bakal sukses. Mending nyopet, dapet 10 ribu. Kalau lu lagi sial, paling pulang bonyok. Ga bakal frustasi kaya sarjana tetangga sebelah. Ampe gila tu orang.”
Kenzi    : (diam, lalu keluar panggung)
Naya    : “Ken, sebenernya gue sayang sama lu. Ga mau lu jadi kaya gue. Cuma gue minta satu. Lu ga usah ngekritik cara hidup gue sekarang. Yang gue lakuin ni biar lu bisa hidup. Itu aja. Gue putus sekolah juga biar nyurangin tanggungan biaya hidup kita. Ken, ken. Kapan lu mau ngertiin gue.”
(panggung kosong)
Yumna    : “Sebenarnya ada masalah apa? Cerita, siapa tahu aku bisa membantu.”
Aisyah    : “Tidak ada masalah apa pun.”
Yumna    : “Apapun? Lalu kenapa kamu sering merogoh kantong tasmu itu?”
Aisyah    : “Bagaimana kamu bisa tahu?!”
Yumna    : “Kamu baru saja melakukannya. Sebenarnya ada banyak keluhan dari teman-teman. Mereka bilang, akhir-akhir ini kamu lebih banyak diam dan menyendiri. Mereka sangat merindukan senyummu.”
Aisyah    : “Benarkah? Tapi sebenarnya ini hanya masalah sepele. Maslah kecil…”
Yumna    : “Masalah itu harus cepat diatasi jangan ditunda-tunda. Sekecil apapun itu.”
Aisyah    : “Tapi ini masalah yang tidak menyangkut kalian. Kalu pun aku cerita, paling aku hanya bisa  bermimpi mendapatkannya kembali (dompetku).”
Yumna    : “Aisyah…..,”
Aisyah    : “Yah,  baiklah aku cerita. Jadi begini. Sewaktu pulang sekolah. Ada preman yang menghampiriku. A walnya dia meminta uang padaku, tidak aku berikan. Uangku tinggal 10 ribu. Pas untuk naik ojek hari itu dan besoknya. Yang jadi masalah, kartu ATM satu-satunya juga terambil. Orang tuaku sudah mentransfer untuk bulan ini, jadi bila aku meminta lagi orang tuaku belum tentu akan memberikan lagi. Yumna tahu kan keadaan keluargaku.”
Yumna    : “Jadi begitu, kamu tenang saja. Aku sudah memikirkan jalan keluarnya.”
Aisyah    : “Benarkah?”
Yumna    : “Besok, sepulang sekolah kita bertemu di tempat kamu dicegat preman itu. Akan ada Jundi, Rahma, dan Afifah juga.”
Aisyah    : “Terima kasih banyak, teman.”
Yumna    : “Sama-sama, kita memang harus saling membantu.”
(panggung kosong)
Jundi    : “Gimana, udah siap?”
Rahma    : “Siap.”
Afifah    : “Siap.”
Aisyah    : “Siap.”
Yumna    : “Tunggu sebentar (mengeluarkan teropong dari dalam tas).”
Jundi    : “Sudah?”
Yumna    : “Sudah.”
(musik tegang masuk)
Kenzi    : (hanya lewat)
Naya    : “Oi! Tunggu!” (mengerjar Kenzi)
Afifah    : “Ken, ke sini.” (mengajak Kenzi bersembunyi)
Kenzi    : (ikut sembunyi)
Jundi    : “Hei, itu orang yang kita cari! Aisyah segera keluar lewat belakang.”
Aisyah    : (keluar, berjalan ke arah Naya)
Naya    : “Eh, lu lagi. Ada apa, kangen ya liat wajah gue! O iya, dompet lu masih ada di gue. Lu ga mau ambil?”
Aisyah    : (terus jalan, Naya ga diperhatiin)
(Afifah dan Rahma menyusul Aisyah)
Naya    : “Eh, ada cewe cantik. Bagi senyum dong…alah pelit amat. Bagi duit aja deh, laper ni gue belum makan dari kemaren.”
(Rahma dan Afifah tetap diam)
Naya    : “Alah, bisu lu! (narik tas Afifah, ditahan afifah)
(Jundi masuk)
Jundi    : “Heah!” (meringkus Naya)
(Adegan berkelahi)
Naya    : “Kuat juga lu…,”
Jundi    : “Hhhh, balikin dompet temen gue yang lu ambil waktu itu.”
Naya    : “Jadi lu temennya dia? Nih, duitnya dah gue ambil. Yang lainnya masih lengkap.”
Rahma    : “Aisyah, ini dompetmu.”
Aisyah    : (Masuk, mengambil dompetnya. Lalu memeriksanya)
Afifah    : “Apa ada yang hilang?”
Aisyah    : “Uang 10 ribu sudah pasti tidak ada. Kartu ATM utuh. Hanya saja, foto yang aku simpan di sini tidak ada.”
Jundi    : “Dimana kamu simpan foto itu!?”
Naya    : “Mana gue tau, gue mah cuma butuh duitnya aja.”
Aisyah    : “Tidak apa, lagi pula itu tidak terlalu penting. Mungkin terselip diantara buku atau aku lupa menaruhnya dimana.”
Jundi    : “Balik yu, udah selesaikan?”
Aisyah    : “Sudah.”
Yumna    : “Lain kali jangan suka mengambil kepunyaan orang lain.”
Afifah    : “Teman-teman duluan ya, supirku sudah datang.”
Rahma    : “Ya, hati-hati dijalan.”
Jundi    : “Sori ya, jadi bonyok wajahnya. Lain kali kita adu lagi, hehe.”
Naya    : (Senyum, terus ngangguk)
(Semua pemain keluar kecuali Naya)
(Kenzi masuk)
Kenzi    : “Heh, lu ngupetin foto Aisyah ya?”
Naya    : “Diem lu!”
Kenzi    : “Alah, bilang aja lu suka ma dia….”
Naya    : “Berisik lu!”
Kenzi    : “Hhahhahaha…”
(panggung kosong)
     Kenzi akhirnya harus berpisah dengan Naya, melanjutkan kuliah di luar negeri lewat jalur beasiswa. Sedang Naya tetap di Indonesia. Walau sehari-hari dia tetap mencopet. Bedanya, sekarang dia hanya mencopet hati gadis yang sudah mencopet hatinya.

SETUJU?
       

Tidak ada komentar:

Posting Komentar