beranda

Jumat, 29 April 2011

Semua Berawal dari Diriku

Setiap hari, aku berjalan di atas jembatan yang goyah. Sesekali angin datang bertiup, meremukkan sendi-sendi ditubuhku. Bulu kudukku meremang setiap kali memasuki hutan diseberang jembatan itu. Aku tahu akan selalu bertemu dengan hutan itu. Setiap hari. Namun, tak ada jalan lain untuk sampai ke kota seberang selain melewati jalan ini. Ada daya, penguasa di negeriku sudah ‘mati’ sejak lama. Aku kira negeriku merdeka seperti yang diberitakan tv-tv, radio, dan koran itu. Mungkin, terlalu banyak ‘tikus’ di kediamana raja.
Perjalanan ini terasa melelahkan, tidak biasanya aku merasa sangat lelah seperti ini. Di depanku hanya ada kegelapan hutan yang siap melahapku, bulat-bulat. Peluh membassahi keningku. Rasanya bumi berputar terlalu cepat, membentuk lingkaran-lingkaran hitam dalam benakku. Hingga aku tak dapat merasakan lagi keberadaan tubuhku.

“Anda sudah sadar rupanya?” suaranya terdengar lembut seperti melayang-layang. Wajahnya sungguh menawan. Kulitnya sewarna dengan gading yang baru dipoles, matanya teduh dengan irisnya yang berwarna hijau zamrud, hidungnya tipis dengan bentuk yang takkalah indah, dan bibirnya semerah ceri. Dia bagaikan lukisan yang hidup, fisiknya benar-benar sempurna. Aku alihkan pandanganku ke sekeliling tempat aku terbaring. Tempat ini…putih. Dindingnya, pintunya, jendelanya, bahkan sampai bunga bakung yang ada disamping bantalku juga berwarna putih. Aku tak tahu ada tempat seperti ini. Bersih tak bernoda, seakan tempat ini sudah disucikan. Belum habis aku terkagum-kagum, sengkoyong-koyong datang gerombolan anak kecil dari pintu yang berjarak dua meter dari ranjang yang akau tempati. Wajah mereka berseri-seri. Mereka semua mengerumuninya. Sebenarnya hingga saat ini aku tidak tahu aku berada dimana dan siapa mereka semua ini, khususnya dia yang pertama kali aku lihat. Aku tidak tahu dia perempuan atau laki-laki, terlalu cantik sekaligus tampan.

“Sebenarnya aku berada dimana? Siapa kamu dan anak-anak kecil tadi?” Akhirnya keluar juga kata-kata itu dari mulutku. Rasa kagumku telah menahan kata-kata tadi keluar, seakan-akan aku tidak mau tertinggal melihat setiap inci ruangan yang baru aku tempati ini. Dia tersenyum sesaat sebelum mengatakan kata-kata itu. “Sekarang Anda berada di surga dan saya beserta anak-anak tadi tidak lain adalah malaikat yang tinggal di surga,” ucapnya dengan tenang.

“ Lalu bagaimana aku bisa sampai di sini?”
“Saya selaku malaikat pendamping Anda, bertugas menjemput Anda kemari atas perintah Tuhan anda.”
“Tuhan? Siapa?”
“Nanti Anda akan tahu dengan sendirinya.”

Pembicaraan itu berakhir dan dia tidak pernah datang lagi sejak saat itu. Aku ditinggalkan sendiri dalam ruangan yang serba putih itu. Hingga ada seseorang yang mengetuk pintu putih di depan ranjang. Jujur saja, aku takut untuk membuka pintu itu. Menyentuhnyapun belum pernah. Tetapi suara ketukan itu seakan memaksaku untuk segera menbuka pintu tersebut. Ini pertama kalinya aku beranjak dari ranjang sejak yang mengaku sebagai malaikat pendampingku itu pergi. Bukan main kagetnya aku, yang berada dihadapanku adalah makhluk bertubuh tinggi besar dengan rantai yang mengalungi lehernya yang tebal.

“Tuhanmu memintaku menjemputmu.”
“Tuhanku?”
“Tidak usah banyak tanya, Dia tidak suka manusia yang lambat.”
“Siapa?”
“Nanti kamu akan tahu.”

Kenapa mereka semua mengatakan hal yang sama?! Aku pun tidak tahu akan dibawa ke mana. Terlalu banyak lorong, tangga, dan persimpangan yang aku lewati. Setelah perjalanan yang panjang dan entah berapa lama, aku sampai di tempat tujuan. Makhluk itu menyuruhku masuk ke dalam ruangan yang sangat gelap. Aku tidak tahu seberapa luas rungan ini, yang ku tahu hanya satu, tempat ini kotor dan berbau busuk. Ada banyak hewan-hewan aneh yang menjijikkan. Suara mereka seperti jeritan perempuan yang memekakkan telinga dan mereka memiliki bulu-bulu kasar yang menyelimuti sekujur tubuhnya. Argh.., AKU BENCI TEMPAT INI!! Aku tidak tahu siang dan malam, tidak tahu berapa lama aku berada di sini. Aku tidak pernah diberi makan ataupun minum. Di sini sulit bernafas, bau, pengap. Ini seperti NERAKA! Aku hanya ingin KELUAR DARI SINI!!

Saat tiba waktunya, aku dikagetkan oleh kemunculan malaikat pendampingku. “Tuhan telah mensucikan Anda, sekarang Anda dapat bertemu dengan Tuhan Anda,” ucapnya dengan senyum manisnya. Aku merasa benar-benar tertolong olehnya. Segera saja aku mengikutinya menuju tempat yang sama sekali tidak aku tahu. Lagi-lagi ruangan yang aku datangi berwarna putih. Lalu aku bertemu dengan Tuhanku itu. Betapa kagetnya aku saat menyadari bahwa Tuhanku adalah orang yang sangat aku kenal. Orang yang tak mungkin aku lupa padanya, walaupun orang-orang sudah mengatakan aku gila. Orang itu adalah orang yang memenggal kepalaku sesaat sebelum aku sempat bernafas saat pertama kali melihatnya. Aku hanya sempat melihat senyumnya sinisnya dan matanya yang miring. Dia adalah aku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar